Menu

Cerita Rakyat "Massudi Lalong-Lebonna-Dodeng"

Lebonna-Paerengan Massudilalong

Sebuah kisah cinta sehidup semati dua sejoli dimabuk asmara yang terjadi sejak zaman kuno (Jauh sebelum Romeo-Juliet di-filmkan) dan telah mengakar dan akan selalu dikenang dalam masyarakat adat Tana Toraja. Kisah cinta antara Lebonna dan kekasihnya Massudilalong Paerengan yang berakhir sangat tragis.
Tersebutlah Lebonna, seorang wanita cantik, berkulit putih, berhidung mancung, tinggi semampai dan berambut panjang dari Daerah Bau, Bonggakaradeng. Dalam perjalanan hidupnya, ia kemudian menjadi rebutan para lelaki, namun akhirnya ia jatuh hati pada seorang lelaki tampan, pemberani dan sakti bernama Massudilalong Paerengan.
Dalam jalinan hubungan asmaranya, kedua sejoli mengikat janji untuk sehidup semati, dan saat meninggal nanti, keduanya harus dimakamkan dalam satu peti mati.
Seiring berjalannya waktu, hubungan asmara keduanya semakin mesra, dan akhirnya banyak pria yang cemburu terhadap Paerengan yang berhasil merebut hati Lebonna, begitu juga banyak wanita yang cemburu terhadap Lebonna yang berhasil merebut hati Paerengan, pemuda tampan dan pemberani.
Namun, takdir berkata lain saat muncul kabar bahwa daerah tetangga akan melakukan penyerbuan, dan Paerengan yang memang dikenal sebagai ksatria, diminta untuk memimpin pasukan. Merekapun berangkat ke medan pertempuran untuk berperang (Mangrari).
Sementara itu Lebonna tinggal di Kampung sembari menenun menunggu kekasihnya kembali. Namun, saat terjadi pertempuran, salah seorang anak buah Paerengan diam-diam lari dari medan pertempuran, dengan maksud merebut Lebonna dengan menyampaikan kabar bohong mengenai kematian Paerengan, kepada Lebonna dengan berpura-pura sedih.
Mendengar kabar tentang kematian sang kekasih, Lebonna sangat terkejut dan tidak sanggup menerima kabar tersebut. Bahkan ia sampai mengurung diri dan tak mau makan selama beberapa hari.
Usaha anak buah Paerengan yang kabur dari medan perang itu ternyata tidak membuahkan hasil. Lebonna tak bergeming sedikitpun untuk dibujuk ataupun dirayu karena cintanya memang hanya untuk Paerengan. Tiap malam Lebonna selalu teringat akan janji yang telah ia sepakati bersama kekasihnya, Paerengan. Dan akhirnya, ia menepati janjinya untuk sehidup semati dengan kekasihnya dengan cara gantung diri.
Setelah tewas dan memilih gantung diri, demi membuktikan cinta sucinya, jenasah Lebonna kemudian dimakamkanyang terlebih dahulu harus melalui prosesi “dialuk”, kemudian dimakamkan di sebuah Liang batu, tepatnya di desa Salu Barana, Lembang Bua Kayu. Menurut cerita, pada saat mayat Lebonna di masukkan kedalam Liang, Pintu baru tiba-tiba tertutup rapat, dan rambut panjang Lebonna masih terurai keluar sampai bibir Gua. Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, saat itu Lebonna masih belum rela masuk ke dalam Liang tanpa ditemani Massudilalong Paerengan, sang kekasih yang sudah mengikat janji dengannya untuk sehidup semati.
Bagaimana dengan Paerengan ? Paerengan pun kembali dari medan peperangan dengan kabar kemenangan, dan langsung menuju ke rumah Lebonna, kekasihnya yang sangat ia rindukan.
Namun alangkah terpukulnya Paerengan, Lebonna gadis yang sangat ia cintai telah pergi untuk selama-lamanya.
Setelah mengetahui Kekasih telah tiada, kehidupan Paerengan sangat tidak menentu. Dia yang dikenal sebagai kesatria sejati dan sangat disegani, kini hidup dalam kondisi tertutup. Setiap hari ia selau bersedih, dan menyendiri. Dilematis, Paerengan harus memilih memenuhi janjinya sehidup-semati dengan Lebonna atau hidup untuk membela wilayahnya wilayahnya dari serangan musuh.
Hari-haripun berlalu, tersebutlah seorang bernama Dodeng, Pembantu Paerengan yang sangat dekat dengan Paerengan. Dodeng memiliki sebuah pohon enau yang berdekatan dengan Liang kubur Lebonna. Pada suatu ketika, Dodeng terlambat mengambil nira/tuak,sehingga ia harus berangkat setelah petang hari. Saat mengambil Tuak, Dodeng mendengar suara yang tidak asing lagi, suara yang ia ketahui dan kenal sebagai suara Lebonna. Sebagian masyarakat Toraja percaya bahwa arwah seseorang yang meninggal dengan cara bunuh diri akan tidak tenang, seperti halnya arwah Lebonna.Apa pesan yang ingin disampaikan Lebonna kepada Dodeng untuka disampaikan kepada kekasihnya Paerengan-Massudilalong ? Dodeng mendengarkan suara jeritan Lebonna mengenai kekasihnya yang belum memenuhi janjinya untuk sehidup-semati. Pesan Lebonna kepada Massudilalong melalui Dodeng tersirat melalui lirik sebuah lagu :
Dodeng mangrambi mandedek, Dodeng ma’pa tuang-tuang, rampananpi pededekmu, annapi te kamali’ku …. ammu perangina’ mati’, ammu tanding talingana’…. Parampoanpa kadanku, pepasan mase-maseku, lako to Massudilalong, muane sangkalamma’ku…
Mukua duka la sang mateki e so’ eee…. Paerengan o… Rendengku.
Angku dolo, angku mate(…) tae’ si la matena, lasisarak sunga’na, (…) Ulli-ulli soladuka Borro sito’doan duka(…) o Rendengku….
Artinya kurang lebih; Hei.. Dodeng yang mengambil tuak, hentikanlah dahulu aktivitasmu…. Dengarlah pesan deritaku… untuk kekasihku Massudilalong…. Katanya akan sependeritaan… Juga sehidup-semati…. Tapi semuanya cuma hampa… saya telah lama mati, bunuh diri karena janji… sementara dia masih hidup.
Dodeng yang mendengar suara rintihan penuh permohonan itu, tak sanggup berbuat apa-apa. Ia terpaku. Saat tersadar, ia langsung lari ke rumah Paerengan dan tak sempat mengambil tuak lagi. Sesampai di rumah, ia langsung keringat dingin dan jatuh sakit
Namun PESAN Lebonna untuk kekasihnya tidak langsung disampaikan Dodeng, karena masih kurang percaya dengan apa yang ia dengar. Ia khawatir itu hanya khayalan belaka, kendati itu sempat membuatnya jatuh sakit. Akhirnya Dodeng kembali mencoba untuk mengambil ballo atau tuak, namun kali ini ia lebih awal dating. Alangkah terkejutnya Dodeng, suara itu kembali ia didengarkannya padahal belum terlalu gelap (malam). Mendengar suara sedih yang berintihkan pesan itu, Dodeng lalu mengambil langkah seribu tanpa menbawa tuak .
Akhirnya perubahan sikap Dodeng membuat Paerengan curiga. Ia kemudian mendesak Dodeng untuk menceritakan apa yang terjadi padanya, Dodeng pun tak tahan dan menyampaikan hal tesebut kepada Paerengan.
Tak yakin dengan cerita Dodeng, Paerengan pun ingin membuktikannya, sehingga keesokan harinya saat petang Paerengan ikut bersama Dodeng ke pohon enau, yg tak jauh dari pemakaman Lebonna. Setelah Dodeng naik keatas pohon enau, suara itu kembali terdengar. Paerengan yang hadir secara diam-diam menyimaknya dengan jelas. Setelah mendengar langsung pesan Lebonnaitu, Paerengan pun langsung ke rumahnya, masuk ke kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat.ia sangt terpukul karena lalai dari janji setia yang telah disepakatinya bersama Lebonna; kekasih yang sangat dicintainya.
Tak menunggu lama Paerengan sang panglima perang meminta agar semua pasukannya berkumpul dengan membawa tombak. (Apa yang ingin dia lakukan ?) ia beralasan akan melaksanakan upacara merok yaitu ritual dengan menyembelih kerbau dengan cara ditombak.
Esoknya, semua tentara berkumpul di lapangan terbuka. Semua keluarga Paeengan juga hadir. Saat itu, puluhan kerbau telah disiapkan, para tentara juga telah membawatombak masing-masing. Paerengan kemudian meminta agar semua tentaranya menancapkan tombak dengan posisi mata tombak keatas. Saat semua warga dan tentara berkumpul, diam-diam Paerengan naik keatas atap pendopo yang memang sudah ada sebelumnya. Disangkanya akan menyampaikan pidato, namun ternyata ia justru melompat tepat diatas ratusan ujung tombak yang telah ditancapkan.
Paerengan pun tewas secara tragis, dan telah memenuhi janjinya. Pada saat Paerengan dimakamkan, bukan di tempat Lebonna dimakamkan,jenasah Paerengan selalu muncul lagi dirumahnya secara tiba-tiba. Kejadian ini terjadi tiga kali, sampai akhirnya Dodeng mengisahkan kejadian yang sebenarnya termasuk suara yang didengarnya saat hendak mengambil tuak. Setelah DIMAKAMKAN SATU LIANG DENGAN Lebonna, barulah mayat Paerengan menjadi tenang.
*pentingnya kejujuran dan kesetiaan
*jangan sekali-kali mengumbar janji yang belum tentu kita sanggup tepati.

BAHASA TORAJA

Bahasa Toraja, adalah bahasa yang digunakan oleh suku Toraja yang tersebar di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Bahasa Toraja masih memiliki beberapa dialek di daerah Kabupaten Tana Toraja, yang dibagi atas tiga dialek, yaitu dialek Makale-Rantepao, dialek Saluputti-Bonggakaradeng, dan dialek Sillanan-Gandangbatu.

Klasifikasi Bahasa: 
Polynesian, Proto Malayo
Austronesian: Malayo-Polynesian: South Sulawesi: Northern

Beberapa dialek yang terdapat di Toraja,
Kalumpang, terdiri dari 4 dialek: Karataun, Mablei, Mangki (E'da), Bone Hau (Ta'da).
Mamasa, terdiri dari 7 dialek: Mamasa Utara, Mamasa tengah, Pattae' (Mamasa Selatan, Patta' Binuang, Binuang, Tae', Binuang-Paki-Batetanga-Anteapi)
Ta'e rob, terdiri dari 4 dialek: Rongkong, Luwu Timur Laut, Luwu Selatan, Bua.
Talondo', hanya 1 dialek
Toala', terdiri dari 2 dialek: Toala' dan Palili'.
Torajan-Sa'dan, terdiri dari 4 dialek: Makale (Tallulembangna), Rantepao (Kesu'), Toraja Barat (Toraja Barat, Mappa-Pana).

Perbendaharaan Bahasa Toraja:
  •  .. mi = .. milik, punya (contoh: sepu’ mi, tanta = tas ini milik tante) 
  • aba : ambe
  • abadi : tontong
  • abang : kaka muane
  • abu : au
  • acara : acara
  • ada : den
  • adat : ada’
  • adik : adi
  • adil : adili’
  • agama : kapotonganan
  • air : wai
  • ajak : ada’
  • ajar : ada’
  • akal : akkala’
  • akbar : kapua
  • akhir : tampak
  • akhirnya : akhirna
  • aku = saya
  • alamat : alama’
  • alkitab : sura’ madatu
  • aman : aman
  • amanat : amana’
  • amarah : kasengkean
  • ambil : ala
  • ambruk : songkah
  • ampela : ampela
  • ampun : ampun
  • anak : ana’
  • ancam : ancam
  • ancaman : ancaman
  • anda : kamu
  • andai : kenna
  • andaikan : kenna yaora
  • aneh : senga’-senga
  • anggap : angga’
  • anggapan : angga’
  • anggota : anggota
  • anggun : maballo
  • anggur : anggoro
  • angin : angin
  • angker : makaram’
  • angkut : angku’
  • anjing : asu
  • antar : solan
  • anyam : anan
  • apa : aoa
  • apa ra te? = apakah ini?
  • apa ra tu? = apakah itu?
  • apabila : yakenna
  • apanta = punya kita atau milik kita.
  • apara = apakah
  • aparaka
  • api : api
  • apung : naang
  • arah : arah
  • arak : arak
  • arak-rakan : arak-rakan
  • arang : osing
  • aren : tuak
  • ari-ari : ari-ari
  • asal : asal
  • asam : maasam
  • asap : rambu
  • asin : masia
  • asli : asli
  • asrama : asrama
  • astaga : oh….puang !
  • asu = anjing 
  • asuh : asuh
  • asunna = anjingnya,
  • atap : papa
  • atas : dao
  • atau : ba’tu
  • atlas : atlas
  • awal : pamula
  • awan ; awan
  • ayah : ambe’
  • ayam : manuk
  • ayat : aya’
  • ayo : ayo
  • bab : aba’
  • babak belur :
  • bahagia : masannang
  • banua = rumah
  • bendan = berdiri
  • berakal : ampui akkala’
  • berakhir : makkatampakan
  • berasal : tama umbani
  • berasap :
  • bes = bus, bis
  • bongi = malam
  • buku = buku 
  • buto = kemaluan laki-laki 
  • dassi = burung  
  • diajar : pa’panggada’
  • ia = dia laki-laki/ perempuan, contoh: ia mo tu puang kapenomban = Dia lah Tuhan Yang Layak Disembah
  • iko = engkau (iko, digunakan hanya kepada teman sebaya)
  • iya ri te / Iya te : Yang ini.
  • iya ri tu / Iya tu : Yang itu.
  • iyo : ya, iya
  • kaandemi = kata perintah untuk menyuruh makan
  • kadera = kursi
  • kande mi = makan mi
  • kandemi = makanan kamu
  • kantoro' = kantor
  • kapenomban = disembah
  • keakraban :
  • kopi = kopi 
  • kopi te = ini kopi
  • kumande = makan
  • lai’ = kata sapaan atau kata ganti remaja/anak perempuan Toraja
  • lamalena’ = saya akan pergi
  • lemo = jeruk
  • ma’kada = berbicara
  • mabongi = malam
  • makarorrong = sunyi sepi
  • malada = pedas
  • malada te kapurung = kapurung ini pedas
  • malallang = kepedasan
  • malallang na' = aku kepedasan.
  • malandang = sangat pedas
  • malandang tu lada katokkon = cabai katokkon sangat pedas
  • maleraka
  • mamase = kasihan
  • mammi' = lezat, enak
  • mammi' te kande = makanan ini enak
  • mammi' tu pa'piong = pa'piong enak
  • manuk = ayam 
  • mapai' =pahit
  • mapai' te punti = pisang ini pahit
  • ma'pakena = bohong
  • mapassik = terlalu pahit
  • mapi'dak = terlalu asin
  • masia = asin (sia : garam)
  • masia te bale = ikan ini asin
  • masiang = besok
  • matammak = tawar / hambar
  • matanik = manis
  • matanning = sangat manis
  • matanning maro' = terlalu manis
  • matanning maro' te teh = teh ini terlalu manis (kemanisan)
  • matanning te pao = mangga ini sangat manis
  • melambi’ = pagi
  • mengajak : manggada
  • mengajar : manggada’
  • mengakhiri : makkatampakanna
  • mengakut : mengganku’
  • mengambil : manggala
  • mengampuni : menggampuni
  • mengancam : ma’ ancam
  • mengandaikan : pa’andaian
  • menganggap : mangganga’
  • mengantar : male massolan
  • mengarahkan: mengarahkan
  • mengasuh : manggasuh
  • mengayam : mangganan
  • mentiro = melihat
  • messu' = asam
  • messu' te lemo = jeruk ini asam
  • motoro' = motor
  • mu = kepada orang yang sebaya atau lebih muda
  • na nya, dia
  • noka na' = tidak mau, tidak suka
  • oto = mobil
  • pao = mangga  
  • paramisi = permisi
  • passikolan = sekolah
  • pelajara : peladaran
  • pena = pena, pulpen 
  • pengajaran : panggada’
  • pengampunan : pengampunan
  • penganggutan : penggangkutan
  • pengantar : ussolan
  • pengapung: naang
  • petallo' = pensil 
  • pia’ = anak-anak (di bawah 5 thn)
  • piak-piak = bambu yang dibelah
  • punti = pisang 
  • sanga = nama
  • sendok mi makan mi
  • serre' = kucing 
  • sola = bersarma
  • sulara = celana
  • sulemoraka
  • susu = susu 
  • ta = kepada orang yang lebih tua
  • tabe' = maaf, permisi
  • tae' = tidak
  • tae' = tidak, tidak ada
  • tae' na mapai' = tidak pahit
  • tae' sianna : tidak ada garamnya / hambar
  • tae' sianna te utan = sayur ini tidak ada garamnya
  • takande = kita makan
  • tallang dipiak = bambu yang dibelah
  • tang iya = bukan
  • tang masia = tidak asin
  • tangdia' = lapar
  • tanta = tante, bibi
  • tau = orang.
  • te = ini
  • teh = teh 
  • tilambe = kelihatan
  • to = itu
  • tondok = kampung
  • tu = itu
  • Tuhan Allah : Puang Matua
  • uai = air
  • uai = air 
  • uai tu = itu air

Bilangan:
  • 1 = misa'
  • 2 = da'dua
  • 3 = tallu
  • 4 = a'pa'
  • 5 = lima
  • 6 = annan
  • 7 = pitu
  • 8 = karua
  • 9 = kasera
  • 10 = sangpulo
  • 20 = duangpulo
  • 30 = tallungpulo
  • 40 = patangpulo
  • 50 = limangpulo
  • 60 = annanpulona
  • 70 = pitungpulo
  • 80 = karuapulona
  • 90 = kaserapulona
  • 16 = sangpulo annan
  • 28 = duangpulo karua
  • 35 = tallungpulo lima
  • 42 = patangpulo dua
  • 54 = limangpulo a’pa’
  • 100   = saratu'
  • 200   = dua ratu'
  • 300   = tallu ratu'
  • 400   = a'pa' ratu'
  • 500   = lima ratu'
  • 600   = annan ratu'
  • 700   = pitu ratu'
  • 800   = karua ratu'na
  • 900   = kasera ratu'na
  • 1000 = sangsa'bu
  • 2000 = duang sa'bu
  • 3000 = tallung sa'bu
  • 4000 = patang sa'bu
  • 5000 = limang sa'bu
  • 6000 = annan sa'bu
  • 7000 = pitung sa'bu
  • 8000 = karua sa'bunna
  • 9000 = kasera sa'bunna
  • 529   = lima ratu’ duangpulo kasera
  • 7356 = pitung sa’bu tallu ratu’ limangpulo annan
  • 10.000 = sangpulo sa'bu
  • 100.000 = saratu'sa'bu
  • 1.000.000 = misa' juta
  • 10.000.000 = sangpulo juta
  • 100.000.000 = saratu' juta

Contoh Kalimat:
  • apamo tumi sipa'kadan? = apa yang sedang kalian bicarakan?
  • umba muni torro? = dimana kamu tinggal ?
  • indan na sangngammu sangmane? siapa namamu kawan?
  • umbaraka nani tu sangmane bunga? dimana teman saya bunga?
  • la moraina' kumande = saya mau makan
  • tette' piramo ? = jam berapa?
  • tette' pitu = jam tujuh
  • apa dikandian ? = lauk pauknya apa?
  • mellong tu benemu = istrimu cantik sekali
  • apa tu mupokada? = apa yang kamu bilang?
  • malelako Jakarta = pergi ke jakarta
  • banua tongkonan = rumah tongkonan
  • lamalepa' mamma' dolo = saya mau tidur dulu
  • apa kareba? = apa kabar?  
  • umba susi kareba? = bagaimana kabar?
  • kareba melo = kabar baik
  • umba susi = bagaimana
  • kurre sumanga' = terima kasih
  • iyo = iya (sama-sama)
  • kurre sumanga' duka = terima kasih juga
  • kurre sumanga' buda = terima kasih banyak
  • pagarri' mi salangku : maafkan kesalahanku
  • indara sanga-mmu/nta/nna? = siapa namamu?
  • indara sanga-mmu/nta? = siapa namanya?
  • indara sanga-mmu/nna? = siapa namanya?
  • piramo umuru' mu/ta/na? = berapa umurmu?
  • piramo umuru' ta? = berapa umurnya?
  • piramo umuru' na? = berapa umurnya?
  • sule pa dolo = pulang dulu ya...
  • tarru' pa dolo = mau terus dulu ya...
  • agi mo le = sudah dulu ya
  • pada mo le = sudah dulu ya... (di telpon)
  • masiang opa kita sitammu = besok kita bertemu lagi.
  • petallo' raka te? = apakah ini pensil? :
  • serre' raka tu? = apakah itu kucing?
  • tang iya pena te = ini bukan pulpen
  • tang iya manuk tu = itu bukan ayam
  • umbanna tu manuk? = yang mana yang ayam?
  • umbanna tu teh? = yang mana yang teh?
  • tu = (berfungsi sebagai kata penghubung)
  • iya ri te tu manuk : yang ini yang ayam.
  • iya ri tu tu manuk : yang itu yang ayam.
  • mammi' sia raka? = apakah enak?
  • tang mammi' = tidak enak
  • tae' na mammi' = tidak enak
  • tang mammi' te kande = makanan ini tidak enak
  • apa rasanna? = apa rasanya?
  • umba susi rasanna? = bagaimana rasanya?
  • matanik sia raka? = apakah manis?
  • malada sia raka? = apakah pedas?
  • malada sia raka te pangi? = apakah pedas sayur pangi ini?
  • tae' na masia te bale = ikan ini tidak asin
  • apa tu mammi' lako kita? = apa yang enak bagi kamu?

TONGKONAN (RUMAH ADAT TANA TORAJA)


Rumah Tongkonan
Mendengar Tana Toraja yang pertama kali terpikir ialah Sulawesi Selatan dan yang kedua adalah rumah tongkonan. Tepat sekali, bahwa rumah tongkonan merupakan rumah adat Tana Toraja. Rumah adat ini memiliki bentuk unik menyerupai perahu dari kerajaan Cina pada zaman dahulu. Tongkonan juga disebut-sebut mirip dengan rumah adat asal Sumatera Barat, yaitu rumah gadang.  Rumah adat ini masih ditinggali sebagai tempat beraktivitas sehari-hari.

“Tongkonan” sendiri berasal dari kata “tongkon” yang berarti duduk. Tongkonan difungsikan untuk pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja pada zaman dahulu. Rumah ini merupakan warisan secara turun-temurun dari nenek moyang rang Tana Toraja.Rumah ini tidak bisa dimiliki perorangan.

Rumah tongkonan dianggap sebagai ibu oleh Masyarakat Toraja. Sedangkan bapaknya adalah alang sura (lumbung padi). Rumah tongkonan memiliki tiga bagian di dalamnya, yaitu bagian utara, tengah, dan selatan. Tengalok, yaitu ruangan di bagian utara berfungsi sebagai ruang tamu dan tempat anak-anak tidur, serta tempat menaruh sesaji. Ruang sambung, yaitu ruangan sebelah utara merupakan ruangan untuk kepala keluarga namun juga dianggap sebagai sumber penyakit.  Ruangan yang terakhir, yaitu ruangan bagian tengah yang disebut Sali. Ruang ini berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, dapur, serta tempat meletakkan orang mati.

Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio’ Aluk, Tongkonan Pekaindoran atau Pekaindoran, dan Togkonan Batu A’riri merupakan jenis tongkonan yang memiliki fungsi secara khusus. Pertama, Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio’ Aluk, yaitu tempat untuk menciptakan dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
Jenis kedua Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan atau Tongkonan kaparengngesan, yaitu Tongkonan yang berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan aturan dari Tongkonan Pesio’ Aluk. Tongkonan Batu A’riri yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang.

Utara merupakan arah yang penting bagi rumah adat tongkonan dan masyarakat Tana Toraja. Semua rumah tongkonan menghadap ke utara. Utara dan ujung atap yang berdiri berjejer mengarah ke utara merupakan lambing bahwa leluhur mereka berasal dari utara dan di waktunya nanti mereka akan berkumpul kembali di utara.

Kepala kerbau tak bisa dipisahkan dari rumah adat tongkonan. Kepala kerbau menjadi ciri khas dari rumah tongkonan. Kepala kerbau tersebut ditempel di depan rumah dan tanduk-tanduk kerbau pada tiang utama di depan setiap rumah. Semakin banyak jumlah tanduk kerbau yang terpasang di depan rumah semakin tinggi pula derajat keluarga tersebut. Tanduk kerbau di depan tongkonan melambangkan kemampuan ekonomi keluarga yang mendiami rumah tersebut saat upacara penguburan anggota keluarganya.

Kerbau dikurbankan dalam jumlah yang banyak setiap upacara adat di Toraja seperti pemakaman. Tanduk kerbau yang dikurbankan kemudian dipasang pada tongkonan milik keluarga bersangkutan. Semakin banyak tanduk yang terpasang di depan tongkonan maka semakin tinggi pula status sosial keluarga pemilik rumah tongkonan tersebut.

Aluk To Dolo merupakan empat warna dasar, yaitu hitam, merah, kuning, dan putih mewakili kepercayaan asli Toraja. Kematian dan kegelapan dilambangkan dengan warna hitam, sementara kuning melambangkan anugerah dan kekuasaan ilahi. Merah merupakan warna darah yang melambangkan kehidupan manusia. 

Sementara daging dan tulang dilambangkan dengan warna putih yang artinya suci.
Di sisi barat dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih. Di sisi kanan yang menghadap ke arah timur dipasang rahang babi.

Tongkonan milik bangsawan Toraja berbeda dengan dari orang umumnya. Yaitu pada bagian dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif ukiran yang halus, detail, dan beragam. Ada ukiran bergambar ayam, babi, dan kerbau, serta diselang-seling sulur mirip batang tanaman.

Keunikan yang terdapat di rumah tongkonan ialah tidak digunakannya unsur logam (seperti paku) dalam pembuatan tongkonan. Rumah adat tongkonan akan terus dibangun dan didekorasi ulang oleh masyarakat Toraja. Hal itu bukan karena alasan perbaikan tetapi lebih untuk menjaga gengsi dan pengaruh dari kaum bangsawan. Pembangunan kembali rumah tongkonan akan disertai upacara rumit yang melibatkan seluruh warga dan tidak jauh berbeda dengan upacara pemakaman.

Rumat adat Tana Toraja, Tongkonan, oleh pemerintah diajukan untuk masuk dalam daftar warisan budaya dunia United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sejak tahun 2010.